Assalamualaikum wr wb
(Muqoddimah)
bapak,ibu dan hadirin hadirot rohimakumulloh
,
pertama tama marilah kita panjatkan puja dan
puji syukur kita kehadirat alloh swt.atas limpahan nikmat dan hidayah yang
alloh berikan kepada kita sehingga kita dapat berkumpul dalam majlis ini
yang insaaloh senantiasa diberkahi dan diridhoi alloh swt.amiin
yang keduannya sholawat dan salam semoga
tercurahkan kepada baginda kita nabi agung muhammad saw. Nabi yang telah
membawa umatnya dari jaman jahiliyah menuju jaman islamiyah.semoga kita
mendapat syafaatynya kelak di yaaumul qiyamah ,amiin
Pada hakekatnya, pakaian adalah segala yang
“melekat” di badan ini; entah baju, celana, segala aksesoris yang “melekat”
lainnya, termasuk perhiasan. Selaras dengan pengertian ini, bahkan Allah
membahasakan suami sebagai “pakaian” dari istri; dan istri adalah “pakaian”
dari suami (Q.S. Al-Baqarah: 187: hunna libaasul lakum wa antum libaasun
lahunna). Mungkin karena suami
dan istri pun “melekat” satu sama lain, hingga mereka tak ubahnya seperti
pakaian.
Setidaknya
ada 3 macam fungsi pakaian yang disebut di dalam Al-Qur’an. Pertama,
pakaian sebagai penutup aurat (Q.S. An-Nuur: 58 dan Al-A’raf: 26). Kedua,
pakaian sebagai perhiasan (Q.S. Al-A’raf: 26). Dan ketiga, pakaian sebagai
pelindung, yakni dari panas dan hujan, juga dari serangan musuh (Q.S.
An-Nahl:81).
Tak
kurang dari 20 ayat ditemukan di dalam Al-Qur’an yang berbicara tentang
pakaian. Entah memakai bahasa “libaasun”, “kiswatun”, “saraabil”, maupun
“tsiyab”. Namun, semuanya berbicara tentang pakaian lahiriah. Pakaian dunia.
Hanya ada satu yang menyebutkan tentang pakaian ruhani.
Pakaian
ruhani adalah sebenar-benar pakaian, yang menunjukkan baik buruknya seseorang.
Meski seseorang mengenakan pakaian lahiriah yang mewah dan mahal, tetapi jika
pakaian ruhaninya rusak, jelek, terhina, maka dirinya akan terhina pula.
Pakaian lahiriahnya tidak bermanfaat apa-apa. Pakaian lahiriahnya tak bisa
melindungi kejelekannya. Mungkin ia akan mulia dalam pandangan manusia, tetapi tidak
dalam pandangan Allah.
Apakah
pakaian ruhani yang dimaksud? Al-Qur’an menyebutnya sebagai pakaian taqwa (libaasut
taqwa). Sebagaimana firmannya, “Dan pakaian takwa itulah
yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda
kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (Q.S. Al-A’raf: 26).
Tentang taqwa, imam Ali karramallahu wajhah berkata:
اَلْخَوْفُ
مِنَ الْجَلِيْلِ وَ الْعَمَلُ بِالتَنْزْيِلِ وَ اْلإِسْتِعْدَادُ لِيَوْمِ
الرَّحِيْلِ
(Takut
kepada Zat Yang Mahaagung; mengamalkan apa yang diturunkan (al-Qur’an); dan
menyiapkan diri untuk menyambut datangnya hari yang kekal [akhirat]).
Ramadan
adalah hari-hari dimana kita memintal benang-benang pakaian takwa itu. Hari
demi hari kita memintalnya, dengan harapan pada akhir Ramadan, hari kemenangan
Idul Fitri, pakaian itu telah sempurnalah sudah dan bisa kita kenakan di hari
yang berbahagia itu. Bukan untuk dipakai sekali, setelah itu dilepas kembali.
Bukan. Tetapi, pakaian takwa itu seharusnya kita pakai seterusnya sampai tiba
kembali Ramadan berikutnya, dimana kita akan memeriksa pakaian takwa itu
kembali barangkali ada lubang, kotor, sobek dsb yang perlu kita cuci, jahit dan
rajut kembali.
Bagaimana
kita merajutnya? Barangkali di sinilah relevannya sabda Nabi Saw., “Jika datang
bulan Ramadan, maka dibuka pintu-pintu syurga, ditutup pintu-pintu neraka, dan
dibelenggu semua syaitan.” (muttafaq ‘alaih).
Semua
tidak lain sebagai motivasi buat kita untuk memperbanyak amal kebaikan kita.
Mumpung kesempatan itu dibuka lebar-lebar oleh Allah. Allah sedang membuka “Big
Sale”. Obral besar-besaran. Tarawih, tadarus, sadaqah, membayar zakat, menolong
orang, memberi ta’jil orang berbuka puasa, menghentikan menggunjing orang. Semuanya adalah jalan-jalan kebaikan;
jalan-jalan merajut pakaian takwa kita.
Kiranya cukup sekian yang dapat saya
sampaikan dalam kesempatan ini,semoga membawa manfaat kapada kita semua.amiin
yaa robbal alamin
Wabillahi taufiq walhidayah
Wassalamualaikum wr.wb

No comments :
Post a Comment